Profesi akuntan selalu mengemban tanggungjawab besar terhadap kepercayaan
dan kebermanfaatan informasi. Dalam kontestasi dinamika interkoneksitas global,
publik semakin berharap agenda dan peran keprofesian tersebut semakin optimal
di kancah ekonomi yang penuh resiko ketidakpastian dan ketidakstabilan
disebabkan adanya asimetris informasi. Akuntan harus membangun kembali brand
persona dan brand association positif bahwa mereka bukan bagian
dari krisis, tapi justru solusi atas krisis. Mampukah?
Membangun peradaban ekonomi yang lebih baik selalu menjadi jalan tak mudah
bagi akuntan. Terlebih bila akuntan memilih berada di hilir masalah,
tertutup, serta pasif dan berdiam diri merespon perubahan zaman. Transformasi
keprofesian menuntut akuntan kini berada dalam posisi terdepan pengambilan
keputusan, dan bukan lagi pada barisan terbelakang yang semata bertugas hanya
mencatat dan membuat laporan keuangan.
Dalam sebuah buku berjudul Six Capital, Can The Accountants Save The
Planet tulisan Jane Gleeson White, akuntan diharapkan lebih berani untuk
menjadi revolusioner baru dalam kehidupan milennium umat manusia. Dia sebuah
harapan alternatif setelah ilmuwan brilian, pemimpin politik, ksatria
lingkungan dan kekuatan militer tidak lagi mampu menyelamatkan manusia dalam
jangka panjang. Akuntan memperoleh dukungan besar sebagai pahlawan untuk
menyelamatkan kehidupan ekonomi dan sosial di muka bumi dari kesenjangan sumber
daya antar wilayah. Dia adalah pilihan terakhir, ungkap Jane yang juga
merupakan penulis buku Double Entry ini dalam Weekend Fin pada 25-26
Oktober 2014.
Salah satu gagasan strategis dari Jane untuk menghadirkan akuntan sebagai
aktor strategis pembangunan global adalah dengan upaya untuk mendorong agar
perusahaan modern tumbuh berkesinambungan berbasis penguatan rumusan baru
kerangka pelaporan perusahaan dengan penekanan pada enam modal strategis,
keuangan, industri, kecerdasan, manusia, sosial dan hubungan, dan modal sumber
daya alam.
Secara tidak langsung, Jane sebenarnya memprovokasi akuntan sebagai
arsitektur landasan ekonomi dan bisnis dunia. Mereka tidak boleh sebatas
menjadi gate keeper di muara dari proses kegiatan ekonomi masyarakat.
Untuk menjadi bagian terdepan dalam proses pengambilan keputusan, maka
integritas, profesionalisme dan paradigma baru harus menjadi role model
strategis bagi akuntan. Karakter mental tersebut harus dimiliki agar akuntan
bisa netral, objektif, dan cakap dalam menganalisa ragam data dan informasi
yang bersebaran di jagad publik. Modal tersebut harus dipersiapkan dalam
menunjukkan eksistensi akuntan di kancah bisnis, lingkup ekonomi, level
pendidikan maupun ranah penerintahan pemerintahan.
Organisasi profesi memegang peranan penting dalam mempersiapkan akuntan
kompetitif yang handal di berbagai level, sektor dan masa perekonomian. Mereka
berkewajiban memberikan pencerahan etika dan kemampuan praktis agar akuntan
semakin berkontribusi dan diapresiasi di tengah masayarakat luas.
Tren statistik aktual menggambarkan optimisme keprofesian di level dunia
untuk semakin berkontribusi membangun kinerja perekonomian yang sehat dan
berkualitas, menunjukkan tanda-tanda positif. Organisasi akuntan global International
Federation of Accountants (IFAC) mengabarkan bahwa pertumbuhan jumlah
keanggotaan akuntan mengalami kenaikan pesat, bahkan bila catatan
tersebut ingin dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah pekerja di sejumlah besar
wilayah dunia dan kondisi perekonomian pada kurun waktu 2009-2013.
Data tersebut menyebutkan bahwa lebih dari 50% akuntan-akuntan tersebut
memberikan kontribusi di lingkup bisnis dan industri, pendidikan serta pemerintahan.
Sisanya sebesar 45% memberikan dedikasi peran mereka di dunia praktis.
Organisasi akuntan internasional tersebut bahkan untuk pertama kalinya
mempredikasikan bahwa jumlah individu yang bekerja di sektor akuntansi maupun
fungsi pendukungnya lebih dari tiga kali jumlah anggota mereka yang kini
mencapai 2,8 juta orang.
Secara detil hasi penelitian IFAC dari 175 anggota asosiasi di 130 negara
menunjukkan bahwa komitmen akuntan untuk menjadi bagian dari asosiasi profesi
telah menembus angka 15% pada negara-negara kelompok BRIC (Brazil, Inggris,
India dan China) meskipun pertumbuhan tenaga kerja sebatas naik 2,9%.
Tren positif juga terjadi untuk negara-negara yang tergabung dalam
kelompok MINT (Meksiko, Indonesia, Nigeria dan Turki) dimana pertumbuhan akuntan
mendaftarkan diri pada asosiasi profesi telah tumbuh 18% meskipun statistik
kenaikan jumlah pekerja cuma merambat 10%. Di negara maju semakin massif lagi
jumlah akuntan yang kemudian bergabung bersama organisasi profesi dengan
lonjakan mencapai 20%, jauh melampaui kinerja serapan tenaga kerja yang cuma
berada di level 2,6%.
Data tersebut tidak hanya memberikan gambaran aktualisasi asosiasi
keprofesian di kalangan akuntan, namun juga sebuah komitmen posistif
individu untuk membenahi jati diri dan kompetensi mereka agar dapat berprestasi
optimal di ranah bakti mereka. Benang merah paling penting dari studi tersebut
tentu saja menunjukkan betapa sektor akuntansi dan fungsi pendukungnya begitu
menggoda dan strategis di mata publik, sehingga masa depan keprofesian menjadi
semakin cerah. Bukan sebatas karena kalkulasi kuantitas orang
berlomba-lomba menjadi akuntan untuk mengisi pasar tenaga kerja yang tersedia,
tapi juga dengan hadirnya akuntan-akuntan kredibel dan reliable
dalam masa cerah dan masam perekonomian dunia.
Mereka akan berada di barisan terdepan kepemimpinan binis dan pemerintahan
yang memberikan solusi kebijakan dan strategi eksekusi untuk mendorong kemajuan
bisnis, memberikan pelayanan masyarakat yang optimal, dan membangun
infrastruktur kelembagaan serta kapasitas organisasi yang semakin baik.
“Dalam lingkungan semakin menantang, akuntan yang ahli dan dapat dipercaya
telah memberikan bantuan positif di tengah perubahan-perubahan peraturan yang
begitu cepat. Penelitian IFAC menegaskan pentingnya profesi akuntan global di
masa baik dan kurang baik [perekonomian],” ujar CEO IFAC Fayez Choudhury 13
Oktober 2015 lalu di New York.
Akuntan memang terus berpacu. Mereka tak lagi ingin ketinggalan. Mereka tak
ingin sekadar lihai melakukan tanggungjawab teknis, para akuntan pun turut
ingin bermain pula di arena strategis. Ini bukan sebatas karena dorongan untuk
merengkuh jabatan atau posisi elitis, tapi karena kapasitas akuntan memang laik
untuk ditempatkan dan berkiprah di arena tersebut.
Mereka memiliki kekuatan data dan informasi, kemampuan analisa secara detil,
kapasitas intelektualitas memprediksi kecenderungan bisnis dan ekonomi masa
depan, serta yang sangat penting memiliki netralitas dan objektifitas untuk
berani dalam mengambil keputusan. Keistimewaan-keistimewaan tersebut
adalah modal-modal penting untuk membangun kinerja korporasi dan institusi
pemerintah semakin penting dalam tatanan bangsa.
Komitmen kebermanfaaatan di level global dapat terlihat pula dari peran
serta mereka untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi penting dalam forum
negara G-20, menmbangun sinergitas kebijakan dengan International Monetary Fund
(IMF), serta menginisiasi peran Bank Dunia dan Bank Multinasional di level
global untuk memperbaiki manajemen keuangan dan infrastruktur pelaporan
keuangan negara-negara.
“Akuntan harus mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. Salah
satu tantangan yang dihadapi oleh profesi akuntansi adalah berperan untuk
meningkatkan kualitas publik dan corporate governance. Akuntan harus
hadir sebagai katalisator gerakan penguatan governance systems,
pemberantasan korupsi, dan tuntutan untuk lebih transparan dan profesional
membutuhkan keterlibatan intens profesi akuntan,” ujar Ketua DPN Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) Prof. Mardiasmo.
Wakil Menteri Keuangan RI ini mengingatkan profesionalismelah yang mampu
mengoversi kekuasaan yang mampu menjadi sumber daya yang memberi manfaat bagi
orang banyak. Untuk itu akuntan harus menjadi pionir dan pemimpin dalam
penataan governance secara konseptual, aplikatif dan inovatif.
“Akuntan profesional berkontribusi besar menjadi tulang punggung
perekonomian nasional untuk membuat negara semakin maju dan bermartabat,”
ujarnya di suatu waktu.
Pada kesempatan lain beliau mengingatkan akuntan Indonesia yang berhimpun di
IAI senantiasa menjaga reputasi diri dengan memegang teguh prinsip-prinsip
dasar keprofesian, seperti integritas, kejujuran, etika, disiplin, bertanggung
jawab, berdedikasi dan memiliki independesi.
“IAI berupaya mendorong lahirnya akuntan-akuntan yang bisa dibanggakan leh
dunia keprofesian dan bisa memberikan value untuk setiap
informasi dan keputusan ekonomi yang bisa menyejahterakan masyarakat luas,”
ungkapnya.
Untuk konteks Indonesia, akuntan nasional juga terus membenahi peranan
keprofesian untuk mengoptimalkan eksistensi mereka di tengah masyarakat agar
dapat menjadi jawaban solusi atas tren krisis di berbagai sektor kebangsaan.
Penguatan Integritas dan peningkatan kompetensi menjadi dua isu karakter
penting yang senantiasa ditekankan kepada para kalangan akuntan untuk membangun
semangat profesionalisme mereka.
IAI sendiri sebagai asosiasi profesi akuntan di Indonesia yang tergabung
sebagai anggota IFAC, bahkan telah melaksanakan Statement Membership
Obligations (SMOs) & Guidelines IFAC. IFAC telah menetapkan International
Education Standards (IES) 7 yang memuat kerangka dasar dan persyaratan
minimal untuk memperoleh kualifikasi sebagai seorang akuntan professional
dengan meluncurkan Chartered Accountant Indonesia (CA).
IAI berkewajiban untuk mematuhi IES 7 tersebut sebagai panduan utama
pengembangan akuntan profesional di Indonesia. Adanya kualifikasi akuntan
profesional dengan sebutan CA, diharapkan dapat menjamin dan meningkatkan mutu
pekerjaan akuntan yang profesional dan memiliki daya saing di tingkat global.
Penguatan regulasi juga dibarengi dengan mendorong peningkatan kualitas
penyusun laporan keuangan. Kompetensi preparer didorong melalui
pendidikan professional berkelanjutan (PPL) berkualitas dan sertifikasi keprofesian.
Tak hanya itu kalangan keprofesian juga mengharapkan penegakan aturan
Kementerian Perdagangan tentang data center laporan keuangan untuk memastikan
integrasi dan integritas laporan keuangan berjalan sistematis dan
berkesinambungan.
Selain itu, kalangan akuntan juga semakin dituntut untuk membangun mental
entrepreneur dalam menjalankan bisnis jasa akuntansi dengan mengedepankan
sinergitas jaringan dan strategi marketing unggulan, untuk mengantisipasi
peluang pasar. Dalam hal ini konsep bisnis jasa akuntansi diharapakan lebih
mengarah pada konsep blue ocean strategy yang saling menguntungkan dan
menghidupkan, ketimbang menerapkan red ocean strategy yang bisa saling
mematikan sebagaimana teori zero sum game.
Pada sisi lain, akuntan juga mulai berupaya mendorong peran serta
pemberdayaan keprofesian dengan penegakan level regulasi secara konsiten.
Setelah berhasil memperoleh pengesahan atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister Negara yang telah disahkan pada
tanggal 3 Februari 2015, kini akuntan mendorong juga agar Undang-Undang
Pelaporan Keuangan (PK) dapat segera dilegalisasi agar otoritas dan ruang gerak
keprofesian untuk memastikan informasi berkualitas dam mengantisipasi ancaman
krisis semakin dioptimalkan.
Pada akhirnya, langkah-langkah tersebut bertujuan untuk mengentaskan krisis
yang melanda di berbagai belahan dunia, pun implikasi laju kemiskinan yang
mengancam dan menghawatirkan stabilitas ekonomi dan sosial kemasyarakatan
diakibatkan syahwat keserakan dari individu ataupun kelompok bisnis.
“Selama ini akuntan hanya ditempatkan di belakang. Peranan mereka belum
dioptimalkan untuk mencegah krisis. Profesi akuntan akan tetap hidup. Sampai
kapanpun akan tetap dibutuhkan,” ujar Ahmadi Hadibroto, IFAC Board Member.
Dengan strategi pembenahan-pembenahan yang terencana sinergis serta
direalisasikan berkesinambungan, kita akan tahu profesi akuntan akan berumur
panjang dan menjadi cita-cita terbaik generasi Indonesia. (ETR/ERV/FM)
(Tulisan ini telah terbit di Majalah Akuntan Indonesia Edisi Oktober
– November 2015)
http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid=1&id=872
Tidak ada komentar:
Posting Komentar