Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Dosen Senior
STEI Tazkia)
Kasus Toshiba menjadi gambaran sekaligus lesson
learnt bagi lembaga bisnis syariah Indonesia yang menyampingkan tujuan utama
sebagai lembaga bisnis Islami yaitu bukan hanya bertujuan untuk meraup
keuntungan sebanyak–banyaknya (profit maximization) tetapi untuk tujuan ibadah,
untuk mencari ridho Allah dengan mendahulukan kepentingan orang banyak. Pada
akhirnya, akan tercipta status sosial-ekonomi masyarakat di Indonesia yang
lebih baik. Mencari keuntungan sebanyak – banyaknya hanya untuk membuat senang
sebagian orang saja, yaitu investor dan manajemen perusahaan dan mungkin
sebagian karyawan.
“Kalau ujung – ujungnya profit maka jangan pakai
nama syariah sebagai embel–embel.” Banyak kritikan sejenis yang dilemparkan
kepada lembaga-lembaga berlabel syariah di tanah air terutama keuangan syariah
yang belum berhasil menyakinkan masyarakat bahwa keuangan syariah adalah bukan
alternatif tapi pilihan utama sebagai mitra keluarga yang harusnya dapat
memberikan ketenangan dan kenyamanan.
Sistem yang mengedepankan prinsip 94:6 ini
seharusnya lebih unggul dari lembaga keuangan konvensional. Kira–kira 94 adalah
yang Allah ridho sedangkan 6 adalah yang Allah larang yaitu 1. Riba, 2.
Spekulasi (Maysir), 3. Tidak jelas (Gharar), 4. Haram, 5. Zalim kepada diri sendiri
atau orang lain, 6. Dharar, membahayakan kepada diri sendiri atau orang lain.
Dengan enam hal yang dilarang dapat menjadikan prinsip akuntansi, audit dan
tata kelola makin dapat dijalankan lebih baik.
Namun harta memang godaan seperti yang dijelaskan
oleh Rasulullah dari Ka’ab bin Iyadh radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah
mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Setiap umat memiliki godaan yang
menjerumuskan tersendiri dan godaan yang menjerumuskan umatku adalah godaan
harta kekayaan.” (HR. Tirmidzi no. 2336, An-Nasai no. 11795, Ahmad no. 17471,
Al-Hakim no. 7896 dan Ibnu Hibban no. 3223).
Maka dari itu, sistem yang dievalusi dengan baik
dan berkala akan mendeteksi aktifitas kecurangan dan ketidakadilan yang akan
dilakukan di dalam lembaga manapun termasuk syariah seperti apa yang dijelaskan
oleh Jusuf Wibisana di atas.
Hal yang kedua adalah perbaikan berkala dalam
bidang SDM. Islam mengajarkan prinsip kebenaran (siddiq) dan tanggung–jawab
(amanah) dan harus disampaikan (tabligh) walau pahit dan juga semua pekerjaan
senantiasa harus diusahakan dengan sebaik mungkin (fathonah) dengan meneladani
konsep itqon.
Menciptakan SDM Islami memang perlu dimulai dari
bayi dalam kandungan tapi dapat juga di nuture/dilatih dengan cara pelatihan berkesinambungan
dan penempatan SDM yang tepat. Sistem pengawasan tetap harus dilakukan walaupun
SDM yang ada sudah mupuni. Cerita menarik dari apa yang dilakukan oleh Umar bin
Khatab terhadap Khalid bin Waliid yang dianggap kwatir takabbur dengan kemenangan
– kemenangan dalam puluhan peperangan yang dipimpinnya. Serta merta Khalid bin
Walid yang terkenal dengan julukan “Shaifullah” itu dipindahtugaskan.
Manajemen harus memberikan amanah atau pekerjaan
kepada orang yang berhak menerimanya (lihat Surat An-Nisa (4): 58), dan
Rasulullah SAW telah juga mengingatkan dalam sebuah hadith, beliau bersabda:
“Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang
sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan? Rasulullah menjawab:
“Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.”
(HR Bukhari no. 6015).
Fit and Proper test atau interview berjenjang
biasa dilakukan ketika penyaringan pegawai lembaga bisnis syariah bahkan zikir
pagi dan petang serta pengajian diadakan di sela–sela kesibukan para lembaga
bisnis syariah. Manajemen menekankan pentingnya sholat lima waktu, puasa dan
amalan lainnya serta menganjurkan shalat berjamaah walau harus mengambil waktu
bekerja namun tetap saja kecurangan terjadi.
Sistem akuntansi syariah, audit syariah bahkan
tata kelola syariah yang sudah ada harusnya dipakai oleh lembaga syariah dan
orang–orang yang diberi amanah untuk mengawasinya seperti Dewan Pengawas
Syariah, Dewan Syariah Nasional-MUI dan Otoritas Jasa Keuangan harus mempunyai
kemampuan untuk menjalankan otoritasnya.
Lembaga–lembaga ini juga harus berani berkata
tegas kepada investor lembaga bisnis syariah untuk tidak mengejar keuntungan
semata. Peranan masyarakat umum juga penting yang harus senantiasa memberikan
masukan, kritik yang membangun dan menjadikan lingkungan kondusif bagi lembaga
syariah untuk tumbuh dengan baik di Indonesia.
Terakhir, untuk seruan kepada akuntan dan
auditor, para pelaku bisnis syariah dan para penggiat pendidikan juga kepada
diri saya sendiri; harta adalah titipan, kesenangan dunia adalah sementara,
dunia adalah permainan dan senda gurau (lihat Surat Al-Ankabuut (29): 64),
kesenangan itu memperdayakan kita (lihat Surat Ali Imran (3): 185); kesenangan
itu terbatas dan sementara (lihat Surat Ali Imran (3): 197); dan sebuah hadith
Rasulullah SAW bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau
musafir.” (HR Bukhari dari Ibnu Umar dalam Hadith Arba’in Imam Nawawi).
Wallahu’alam bissawab.
Sumber :
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-wargnrx7qm-skandal-akuntansi-toshiba-dan-tantangan-bisnis-lembaga-syariah-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar