Kamis, 23 Juli 2015

Skandal Akuntansi Toshiba dan Tantangan Bisnis Lembaga Syariah (1)

Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Dosen Senior STEI Tazkia)

Skandal Akuntansi Toshiba baru-baru ini menggegerkan dunia profesi akuntansi. Betapa tidak, perusahaan yang telah berusia 140 tahun itu tiba-tiba kehabisan akal untuk mempertahankan kinerja keuangannya. Penggelembungan laba sebesar 151,8 miliar yen atau 1,22 miliar dolar AS ini yang awalnya ingin menciptakan investor’s confidence ternyata telah mencoreng nama besar Toshiba selama ini.

Kepala Eksekutif  Toshiba Corp dan kawan–kawannya bisa saja mengundurkan diri,tetapi skandal 
yang terjadi telah menghancurkan prestasi yang telah dicapai selama 140 tahun itu. Terlebih, profesi akuntansi dan auditor lagi–lagi dipertanyakan. Tidak cukup setelah kasus Enron tahun 2001 yang juga telah membohongi publik dengan menutupi kerugian sebesar 2 miliar dolar AS dengan menyatakan laba sebesar 600 juta dolar AS.

Mungkin masih terngiang di telinga para akuntan dan auditor tentang kasus Enron yang dianggap sebagai the biggest audit failure in the century, yang malangnya melibatkan Arthur Anderson salah satu the big five accounting firms saat itu. Setahun setelah itu dunia akuntansi dan audit dipaksa patuh kepada Sarbanes-Oxley Act/Sarbox/SOX yang memperketat lagi peraturan laporan keuangan bagi perusahaan publik maupun non-publik.

Tapi mengapa masih ada lagi fraud dimana–mana? Termasuk di Toshiba yang terkenal dipandu oleh prinsip-prinsip Komitmen Dasar Grup Toshiba "Berkomitmen untuk orang-orang, Komitmen untuk Masa Depan", Toshiba mempromosikan operasi global dengan mengamankan "Pertumbuhan Melalui Kreativitas dan Inovasi", dan memberikan kontribusi terhadap pencapaian dunia di mana orang-orang hidup dalam masyarakat aman, tenang dan nyaman. Ternyata hari ini masyarakat tidak aman, tenang, dan nyaman hanya karena Toshiba telah gagal menjalankan prinsip kebenaran dan tanggung jawab.
M. Jusuf  Wibisana, Partner KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis dan Rekan (PwC Indonesia) dan Ketua Dewan Standar Akuntansi Syariah – Ikatan Akuntan Indonesia mengatakan: “Dalam setiap audit, Management override control adalah presumed key risk. Prosedur untuk mendereksi kemungkinan terjadinya fraud yang berdampak material terhadap laporan keuangan harus dilakukan dengan benar untuk meminimalkan undetected management fraud. Bila prosedur ini dilakukan dengan benar, fraud, terutama yang berdampak material terhadap laporan keuangan, kemungkinan dapat dideteksi. Tapi auditor tidak boleh menjamin fraud akan selalu terdeteksi meski prosedur fraud detection sudah dilakukan dengan benar, karena audit selalu didasarkan sampling" demikian melalui pesan elektroniknya.

Apa pelajaran bagi bisnis syariah kita di tanah air? Apakah karena sudah mencantumkan prinsip syariah dalam operasional termasuk akuntansi, audit serta tata kelola, bisnis syariah akan lepas dari fraud? Jawabannya tidak! Kita masih ingat kasus penggelapan Rp 50 miliar di Bank Syariah Mandiri Cabang Bogor yang terkuak di awal tahun ini.

Ternyata dengan adanya sistem yang diorganisir dengan baik dengan koalisi orang luar dan dalam, sistem yang dipandu syariah terkulai tidak berdaya. Lantas apa yang harus dilakukan lagi? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang terpenting yaitu evaluasi sistem dan perbaikan SDM. Sistem akan semakin tangguh jika banyak dievaluasi dan diperbaiki secara berkala (continuous improvement).

Sistem yang menjunjung nama Islam harus dievaluasi dua dimensi dan lebih ketat lagi yaitu di ranah profesionalitas sebagai lembaga profesional dan yang terpenting yaitu sebagai lembaga Islami yang menjunjung nilai–nilai Islam.

Sumber http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/15/07nrx7kl-skandal-akuntansi-toshiba-dan-tantangan-bisnis-lembaga-syariah

Skandal Akuntansi Toshiba dan Tantangan Bisnis Lembaga Syariah (2)



Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Dosen Senior STEI Tazkia)

Kasus Toshiba menjadi gambaran sekaligus lesson learnt bagi lembaga bisnis syariah Indonesia yang menyampingkan tujuan utama sebagai lembaga bisnis Islami yaitu bukan hanya bertujuan untuk meraup keuntungan sebanyak–banyaknya (profit maximization) tetapi untuk tujuan ibadah, untuk mencari ridho Allah dengan mendahulukan kepentingan orang banyak. Pada akhirnya, akan tercipta status sosial-ekonomi masyarakat di Indonesia yang lebih baik. Mencari keuntungan sebanyak – banyaknya hanya untuk membuat senang sebagian orang saja, yaitu investor dan manajemen perusahaan dan mungkin sebagian karyawan.

“Kalau ujung – ujungnya profit maka jangan pakai nama syariah sebagai embel–embel.” Banyak kritikan sejenis yang dilemparkan kepada lembaga-lembaga berlabel syariah di tanah air terutama keuangan syariah yang belum berhasil menyakinkan masyarakat bahwa keuangan syariah adalah bukan alternatif tapi pilihan utama sebagai mitra keluarga yang harusnya dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan.

Sistem yang mengedepankan prinsip 94:6 ini seharusnya lebih unggul dari lembaga keuangan konvensional. Kira–kira 94 adalah yang Allah ridho sedangkan 6 adalah yang Allah larang yaitu 1. Riba, 2. Spekulasi (Maysir), 3. Tidak jelas (Gharar), 4. Haram, 5. Zalim kepada diri sendiri atau orang lain, 6. Dharar, membahayakan kepada diri sendiri atau orang lain. Dengan enam hal yang dilarang dapat menjadikan prinsip akuntansi, audit dan tata kelola makin dapat dijalankan lebih baik.
Namun harta memang godaan seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah dari Ka’ab bin Iyadh radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Setiap umat memiliki godaan yang menjerumuskan tersendiri dan godaan yang menjerumuskan umatku adalah godaan harta kekayaan.” (HR. Tirmidzi no. 2336, An-Nasai no. 11795, Ahmad no. 17471, Al-Hakim no. 7896 dan Ibnu Hibban no. 3223).

Maka dari itu, sistem yang dievalusi dengan baik dan berkala akan mendeteksi aktifitas kecurangan dan ketidakadilan yang akan dilakukan di dalam lembaga manapun termasuk syariah seperti apa yang dijelaskan oleh Jusuf Wibisana di atas.

Hal yang kedua adalah perbaikan berkala dalam bidang SDM. Islam mengajarkan prinsip kebenaran (siddiq) dan tanggung–jawab (amanah) dan harus disampaikan (tabligh) walau pahit dan juga semua pekerjaan senantiasa harus diusahakan dengan sebaik mungkin (fathonah) dengan meneladani konsep itqon.

Menciptakan SDM Islami memang perlu dimulai dari bayi dalam kandungan tapi dapat juga di nuture/dilatih dengan cara pelatihan berkesinambungan dan penempatan SDM yang tepat. Sistem pengawasan tetap harus dilakukan walaupun SDM yang ada sudah mupuni. Cerita menarik dari apa yang dilakukan oleh Umar bin Khatab terhadap Khalid bin Waliid yang dianggap kwatir takabbur dengan kemenangan – kemenangan dalam puluhan peperangan yang dipimpinnya. Serta merta Khalid bin Walid yang terkenal dengan julukan “Shaifullah” itu dipindahtugaskan.

Manajemen harus memberikan amanah atau pekerjaan kepada orang yang berhak menerimanya (lihat Surat An-Nisa (4): 58), dan Rasulullah SAW telah juga mengingatkan dalam sebuah hadith, beliau bersabda: “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan? Rasulullah menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR Bukhari no. 6015).

Fit and Proper test atau interview berjenjang biasa dilakukan ketika penyaringan pegawai lembaga bisnis syariah bahkan zikir pagi dan petang serta pengajian diadakan di sela–sela kesibukan para lembaga bisnis syariah. Manajemen menekankan pentingnya sholat lima waktu, puasa dan amalan lainnya serta menganjurkan shalat berjamaah walau harus mengambil waktu bekerja namun tetap saja kecurangan terjadi.

Sistem akuntansi syariah, audit syariah bahkan tata kelola syariah yang sudah ada harusnya dipakai oleh lembaga syariah dan orang–orang yang diberi amanah untuk mengawasinya seperti Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional-MUI dan Otoritas Jasa Keuangan harus mempunyai kemampuan untuk menjalankan otoritasnya.

Lembaga–lembaga ini juga harus berani berkata tegas kepada investor lembaga bisnis syariah untuk tidak mengejar keuntungan semata. Peranan masyarakat umum juga penting yang harus senantiasa memberikan masukan, kritik yang membangun dan menjadikan lingkungan kondusif bagi lembaga syariah untuk tumbuh dengan baik di Indonesia.

Terakhir, untuk seruan kepada akuntan dan auditor, para pelaku bisnis syariah dan para penggiat pendidikan juga kepada diri saya sendiri; harta adalah titipan, kesenangan dunia adalah sementara, dunia adalah permainan dan senda gurau (lihat Surat Al-Ankabuut (29): 64), kesenangan itu memperdayakan kita (lihat Surat Ali Imran (3): 185); kesenangan itu terbatas dan sementara (lihat Surat Ali Imran (3): 197); dan sebuah hadith Rasulullah SAW bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” (HR Bukhari dari Ibnu Umar dalam Hadith Arba’in Imam Nawawi). Wallahu’alam bissawab.

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-wargnrx7qm-skandal-akuntansi-toshiba-dan-tantangan-bisnis-lembaga-syariah-